Saya termasuk dalam rombongan Jemaah Haji Kabupaten Musi Rawas tahun 1433 H/2012. Jemaah Haji Musi Rawas
berjumlah 151 orang bersama jemaah haji Ogan Ilir tergabung dalam kloter 14, berangkat
dari tanah air tanggal 7 Oktober 2012. Kloter 14 termasuk gelombang kedua dari tanah air langsung ke Mekkah sebaliknya
gelombang pertama dari tanah air menuju
Madinah.
Seminggu sebelum keberangkatan ke Tanah Suci, saya sempat dihubungi oleh
salah seorang awak media ini, intinya beliau minta saya bersedia menjadi kontributor media ini di tanah suci. Saya
tolak dengan 3 alasan. Pertama,
keberangkatan saya ke tanah suci kali ini adalah yang pertama, saya berusaha agar
lebih khusuk beribadah tanpa mesti dikejar-kejar waktu untuk menyampaikan
laporan ke Media. Kedua, Saya ingin
lebih bebas membantu Struktur yang dibangun Kementerian Agama yang terdiri dari
Ketua Kloter, Kepala Rombongan dan Kepala Regu walaupun saya tidak duduk dalam struktur resmi (Nonjob). Ketiga, saya janji ingin membuat catatan
kecil tersendiri secara khusus setelah usai ibadah haji yang peristiwa-peristiwa unik yang belum pernah atau luput dari laporan kontributor Media ini
sehari-hari selama ini.
Obat Kepepet
Ketika berangkat dari tanah air Tim Kesehatan Kloter yang terdiri dari 1 orang dokter dan 2 orang perawat yaitu dr. Hj. Selvia, H. Fauzi (perawat) dan H. Jon Feri (perawat). Mereka membawa 1 koper besar obat-obatan seberat lebih kurang 35 kg. Begitu pula para jemaah pun, walaupun ada tim medis kloter para jemaahpun dibekali obat sesuai dengan rekomendasi dokter keluarga terutama yang berhubungan dengan penyakit yang selama ini pernah diderita. Sayapun demikian untuk langkah antisipasi atau berjaga-jaga saya membawa obat sekantong ukuran sedang lebih kurang seberat ½ kg untuk obat jantung, obat ginjal, asam urat, anti biotik, obat demam dan obat batuk untuk kebutuhan selama 40 hari perjalanan haji.
Ketika berangkat dari tanah air Tim Kesehatan Kloter yang terdiri dari 1 orang dokter dan 2 orang perawat yaitu dr. Hj. Selvia, H. Fauzi (perawat) dan H. Jon Feri (perawat). Mereka membawa 1 koper besar obat-obatan seberat lebih kurang 35 kg. Begitu pula para jemaah pun, walaupun ada tim medis kloter para jemaahpun dibekali obat sesuai dengan rekomendasi dokter keluarga terutama yang berhubungan dengan penyakit yang selama ini pernah diderita. Sayapun demikian untuk langkah antisipasi atau berjaga-jaga saya membawa obat sekantong ukuran sedang lebih kurang seberat ½ kg untuk obat jantung, obat ginjal, asam urat, anti biotik, obat demam dan obat batuk untuk kebutuhan selama 40 hari perjalanan haji.
Selama berada di Mekkah hampir seluruh jemaah terserang flu, bantuk,
demam dan hampir seluruh jemaahpun mendapat pelayanan medis dari Tim Kesehatan
sehingga pelaksanaan ibadah haji baru berjalan dua pertiga dari jadwal yang
ditetapkan ternyata persediaan obat-obatanpun ludes semua. Sedang kami masih harus ke Madinah terlebih duhulu
untuk mengambil arbain shalat 40 waktu
dimesjid Nabawai Madinah sebelum kembali ke tanah air.
Cuaca di Madinah sangat Ekstrim, kami sempat kehujanan 2 kali di
Madinah. Suhu udara di Madinah ketika siang hari suhu berkisar 40-42 derajat
celcius dan malam hari suhu dingin dibawah 20 derajat celcius, kondisi ini
tentunhya akan menyebabkan sebagian besar jemaah terserang demam dan flu berat, kepala pusing,
hidung tersumbat badan menggigil panas dingin. Ke dokterpun percuma karena kami
tahu betul obat-obatan terutama obat flu, demam dan pilek sudah tidak tersedia
lagi. Kami hanya bertahan saja dalam kondisi demam, flu, pilek tanpa ada pertolongan medis.
Di pinggir jalan dekat Mesjid Nabawi ada sebuah poliklinik, Poliklinik
Bassalam namanya milik Pemerintah Arab Saudi. Setiap hari jemaah haji
Kabupaten Musi Rawas melintas di depannya. Setiap hari tampak ramai dikunjungi
para jemaah haji tapi bukan jemaah Indonesia. Mereka terlihat antri panjang untuk mendapatkan pelayanan
medis dari klinik tersebut. Saya pernah ingin coba-coba ikut antri atau iseng
mampir ikut bersama para pengantri untuk mendapatkan obat Flu Berat yang saya
derita. Tetapi niat itu tiba-tiba saya batalkan sebelum saya sampai ke meja pelayanan
dengan alasan pertama karena dari sekian
banyak pengantri tak satupun diantara mereka terlihat wajah ras Asia Tenggara
yang terlihat para para pengantri ras Timur Tengah. Kedua, saya tidak bisa
berkomunikasi dengan dokter disana, bahasa pengantar sehari-hari di Tanah Suci
adalah Bahasa Arab dan Bahasa Inggris.
Dari tulisan merek poliklinik dan asesoris yang menggambarkan bagan
mekanisme prosedur untuk mendapatkan pelayanan medis disana ditulis dengan
huruf arab gundul dan bahasa Inggeris dan kedua-keduanya baik bahasa Arab
maupun bahasa Inggeris saya tidak bisa. Saya hanya bisa berbatas pada Yes untuk
menyatakan setuju atau No untuk menyatakan tidak setuju, itu saja dan tak lebih
dari itu.
Lain halnya bagi oleh salah seorang jemaah haji Musi Rawas asal Muara
Beliti yang bernama H. Idham Kholik yang lebih pepuler di Musi Rawas dan Kota
Lubuk Linggau H. Edy Yoso, beliau bertubuh tinggi besar bersuara lantang beliau
selama di Mekkah dan Madinah suka berdandan bak seorang Arab asli, memakai
jubah dan sorban terlilit di atas kepala. Dan Beliau tidak mau menyerah dengan keadaan.
Beliaupun terserang demam dan flu berat juga sama seperti kebanyak
jemaah. Setelah zuhur menjelang asar beliau ikut antri di poliklinik tersebut.
Beliau bersabar menunggu giliran menghadap dokter. Alhasil, tibalah saatnya beliau
berhadapan dengan dokter, dan terjadilah dialog antara beliau dengan sang
dokter. “Assalamualaikum” beliau menyapa sang dokter “ Wa'alaikumsalam. You from
Indonesia?” dokter balik bertanya, “Yes Indonesia” jawabnya “Can you Speak
English?”. “No” jawab beliau. Lalu “Arabian?” lanjut sang dokter ”No” Jawab
beliau.
Lalu sang dokter bertanya lagi dan bertanya lagi yang tidak dimengerti apa maksudnya. Saya menduga
dokter tengah menanyakan keluhan atau sakit apa yang saya derita. Lalu
H. Edy Yoso jelaskan dalam bahasa Muara Beliti dengan dialek khasnya. Karena beliau pikir menggunakan
bahasa Indonesia pun percuma pasti tidak dimengertinya. “Aku sakit
'heme' (baca : flu/Pilek)” kata H. Edy Yoso. Sang dokter kebingungan karena mungkin sakit "heme"
ini baru pertama kali dia dengar, mungkin dalam kamus ilmu kedokteranpun belum
ada sakit "heme". Di tengah kebingunan sang dokter Arab itu tiba-tiba Pak H. Edy
Yoso bersin. "ha…ciiiimmm…". sontak ingus keluar dari hidung diiringi air mata yang juga menetes. "Oh Ok… Ok…Ok…" kata sang dokter. "Pak Haji ini terserang flu/pilek berat, Lalu sakit apa lagi"
Tanya dokter. H. Edy Yoso memegang kepala lalu dipijit-pijitnya, "Oh…Ok..Ok…Ok…"
kata dokter. "lalu sakit apalagi?" sambung dokter lagi. iihhh…iihhh…ihhh H. Edy menggigil kedinginan, "Oh
…Ok….Ok…Ok…" Lalu diukurnya tekanan darah oleh Sang Dokter dan dituliskan resep obat untuk ditebus pada bagian
farmasi. Dan ternyata sepeserpun tanpa dipungut biaya. Alhamdulillah keesokan
harinya H. Edy sehat dan segar bugar kembali.
Kisah nekat H. Edy Yoso diceritakannya kepada jemaah lain. Akhirnya
keesokan harinya banyak jemaah haji Musi Rawas ikutan antri di polikinik untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan. Dan Alhamdulillah walaupun kami tidak bisa berbahasa
Inggris ataupun bahasa Arab ternyata bahasa isyaratpun cukup efektif berkomunikasi
dengan arang asing.
Dan oleh karena merk atau label obat tersebut ditulis dengan huruf arab
gundul yang tidak bisa kami baca dan mengerti maka kami jemaah sepakat menyebut obat dari poliklinik tersebut dengan nama "obat kepepet".
Selesai.
Alhamdulillah,,itulah makna dari pengobatan yang mementingkan ksehatan umat dari pada honor,
BalasHapussmoga amal beliau(poliklinik Bassalam) menjadi tauladan buat kita smua.
kami juga punya klinik Bassalam di Banyuwangi tepatnya di kecamatan Bangorejo pas di barat POM bensin Pedotan.yang biayanya relatif murah tetapi hasilnya Alhamdulillah luar biasa cepat ada perubahan.