Kamis, 22 November 2012

MENIMBANG WACANA PEMBATASAN USIA JEMAAH HAJI

Catatan Kecil Perjalanan Haji Jemaah Musi Rawas 1433 H/2012

Jemaah usia lanjut atau sepuh atau berusia 70 tahun keatas mendominasi Jemaah Haji Musi Rawas 2012. Beberapa diantaranya sudah mengalami kesulitan mengingat alias pikun. Kebanyakan diantara mereka tidak didampingi anak atau kerabat dekat. Jangankan didampingi anak atau kerabat dekat, dititip pada jemaah lain yang lebih muda pun tidak.

Sehari menjelang keberangkatan Jemaah Haji Kloter 14 yang terdiri jemaah Haji Mura dan OI, para jemaah diberikan pembekalan akhir dari Panitia Propinsi Sumatera Selatan di Masjid Komplek Asrama Haji Palembang. Tausiah pembekalan akhir disampaikan oleh Drs. K. H. Zainal Bahri Bey antara lain mengatakan bahwa Ibadah Haji adalah Ibadah Fisik. Untuk dapat melaksanakan Ibadah Haji dengan baik dibutuhkan Fisik yang sehat dan kuat. Hal ini bukan berarti doa-doa menjadi tidak penting, doa-doa juga penting. Tetapi apabila kita tidak hafal doa-doa sebagai mana yang diterbitkan Buku Panduan Haji oleh Kementerian Agama maka baca sajalah doa-doa sebisanya, Misalnya doa sapujagat : Robana Atina Fidunya Hasanah…. Dst. Jika tidak hafal juga maka bacalah Surat Al-Ikhlas…Kulhuallahuahad Allahusomat….dst. Lalu jika tidak hafal juga sebut saja Allah.. Allah…Allah sebanyaknya. Jika masih tidak bisa juga maka Inalillahi. Ujar Drs. K.H. Zainal Bahri yang disambut gelak tawa jamaah.

Ternyata benar adanya, fisik sangat terkuras. Setelah melakukan perjalanan panjang selama 9 jam dari Bandara Sultan Mahmud Badarudin II Palembang menuju Bandara King Abdul Aziz di Jeddah. Dilanjutkan dengan pemeriksaan dokumen paspor oleh Imigrasi Saudi Arabia butuh waktu lebih kurang 4-6 jam berdiri antri melewati meja-meja petugas. Selanjutnya berangkat ke Mekkah dengan Bis yang butuh waktu sedikitnya 3 jam. Sesampainya di Mekkah bukannya istirahat justru langsung ke Masjidil Haram untuk Tawaf dan Sa’i pendek.

Separuh perjalanan di pesawat terbang Palembang – Jeddah, jemaah sepuh dan uzur sering membuat repot pramugari karena ada diantaranya yang buang air kecil tidak pada tempatnya yaitu dilantai toilet, sehingga sempat membanjiri lantai toilet. Untuk keselamatan penerbangan cairan sangat dilarang, karena bila cairan merembet kemana–mana dapat saja  membasahi kabel dan berakibat korsleting listrik. Lalu sang pramugari mengambil sarung tangan membersihkan lantai toilet. Jemaah sepuh merasa asing dengan toilet pesawat yang tidak tersedia gayung dan air yang memadai untuk bilas. “Bapak/Ibu mohon untuk didampingi bila jemaah kita yang sepuh akan ke kamar kecil” ujar salah satu Pramugari kepada kami.

Jemaah sepuh dan uzur sehari-hari sering kali merepotkan petugas dan jemaah lain, karena kebanyakan dari mereka tidak tahu jalan pulang. Beruntung ada gelang identitas stenlis di tangannya sehingga petugas haji dapat mengantar mereka pulang ke maktab. Kesulitan lain yang dialami jemaah sepuh dan uzur rata-rata mereka kesulitan menggunakan “lift”. Bahkan ada diantaranya yang kesasar, mereka seharusnya penghuni kamar pada lantai 4 tersasar ke lantai 5 atau lantai lainnya. Belum lagi dalam hal membuka pintu kamar yang menggunakan kunci elektrik atau menggunakan kartu, kadang-kadang mereka berbaring di lantai depan kamarnya atau diruang tunggu sambil menunggu teman sekamar yang lebih muda untuk membuka pintu.

Ketika berada Arafah, Musdalifah dan Mina, fisik lebih terkuras lagi. Dari Maktab menuju Arafah menggunakan bus membutuhkan waktu 6 – 12 jam karena kendaraan terjebak macet. Ditengah kemacetan ada jemaah yang kelaparan, kehausan bahkan lebih tragis lagi ada jemaah yang sudah tidak kuat lagi ingin buang air besar atau hanya buang air kecil dan terpaksa turun dari bis melepas hajat dipinggiran jalan lalu berlari sekencang-kencangnya mengejar bis yang tengah berjalan, hal ini bila menimpa jemaah sepuh pasti mustahil mereka sanggup.

Di Arafah dan Mina jemaah haji mendapat jatah makan 3 kali sehari dengan sistim "perancisan" (Jemaah antri mengambil makanan). Setiap 1 kloter atau 360 orang jemaah tersedia satu meja "prancisan". Seandainya setiap jemaah butuh waktu ½ menit untuk mengambil makanan berarti butuh waktu antri selama 180 menit atau selama 3 jam. Antri mengambil makanan diterik matahari, kebanyakan jemaah sepuh tidak kuat, lalu mereka menunggu para jemaah yang muda usai makan dan antri kembali untuk mengambil jatah jemaah sepuh.

Selama dalam perjalanan haji jemaah diajak 3 kali jalan-jalan atau ziarah baik yang disponsori oleh KBIH maupun oleh maktab. Ziarah mengunjungi tempat bersejarah di Mekkah, Madinah dan Jeddah misalnya. Kalau di Mekkah jamaah diajak ke Jabal Rahmah tempat pertemuan Nabi Adam AS. dan Siti Hawa untuk pertama kalinya, ke Gua Hira tempat wahyu Allah SWT. diturunkan malaikat Jibril kepada Nabi Muhamad SAW, lalu melihat rumah potong hewan kurban. Saat di Madinah jamaah melakukan Ziarah ke Baqi atau Makam para Syuhada, Masjid Kuba, Masjid Kiblatain dan berkeliling di Kebun Kurma. Terakhir di Jeddah jamaah diajak ke Laut Merah, Masjid Qissas tempat pelaksaan hukum pancung, dan lain-lain. Biasanya ditempat-tempat ziarah ini jemaah sepuh tidak turun dan hanya tinggal di dalam mobil saja, mengapa demikian? karena  ditempat-tempat ziarah ini, bis biasanya berhenti sebentar saja sekitar 5 sampai 10 menit. Sedangkan jemaah sepuh selalu kesulitan untuk urusan turun dan naik bis, mereka turun beberapa langkah saja orang lain sudah kembali.

Sehubungan dengan belakangan ini Pemerintah pernah berwacana, perlu membatasi usia calon jamaah haji di bawah 65 tahun agaknya usul ini perlu dipertimbangkan, tentunya dengan tujuan untuk kelancaran ibadah haji itu sendiri dan harus diakui bahwa ibadah haji akan lebih baik bila jamaah berusia muda. Usul ini memang riskan dengan anggapan pemerintah membatasi hak asasi setiap muslim untuk menunaikan ibadah wajib bagi yang mampu. Namun kita harus mengingat kembali bahwa menunaikan Ibadah Haji adalah rukun islam kelima, diwajibkan bagi yang mampu, tetapi  kiranya patut dipertanyakan masih wajibkah Ibadah Haji bagi Muslim yang sepuh dan Uzur? 

Selasa, 20 November 2012

OBAT KEPEPET

Catatan Kecil Perjalanan Haji Musi Rawas  1433 H/2012 

Saya termasuk dalam rombongan Jemaah Haji Kabupaten Musi Rawas tahun 1433 H/2012. Jemaah Haji Musi Rawas berjumlah 151 orang bersama jemaah haji Ogan Ilir tergabung dalam kloter 14, berangkat dari tanah air tanggal 7 Oktober 2012. Kloter 14 termasuk gelombang kedua dari tanah air langsung ke Mekkah sebaliknya gelombang pertama dari tanah air menuju Madinah.

Seminggu sebelum keberangkatan ke Tanah Suci, saya sempat dihubungi oleh salah seorang awak media ini, intinya beliau minta saya bersedia menjadi kontributor media ini di tanah suci. Saya tolak dengan 3 alasan. Pertama, keberangkatan saya ke tanah suci kali ini adalah yang pertama, saya berusaha agar lebih khusuk beribadah tanpa mesti dikejar-kejar waktu untuk menyampaikan laporan ke Media. Kedua, Saya ingin lebih bebas membantu Struktur yang dibangun Kementerian Agama yang terdiri dari Ketua Kloter, Kepala Rombongan dan Kepala Regu walaupun saya tidak duduk dalam struktur resmi (Nonjob). Ketiga, saya janji ingin membuat catatan kecil tersendiri secara khusus setelah usai ibadah haji yang peristiwa-peristiwa unik yang belum pernah atau luput dari laporan kontributor Media ini sehari-hari selama ini.

Obat Kepepet
Ketika  berangkat dari tanah air Tim Kesehatan Kloter yang terdiri dari 1 orang dokter dan 2 orang perawat yaitu dr. Hj. Selvia, H. Fauzi (perawat) dan H. Jon Feri (perawat). Mereka membawa 1 koper besar obat-obatan seberat lebih kurang 35 kg. Begitu pula para jemaah pun, walaupun ada tim medis kloter para jemaahpun dibekali obat sesuai dengan rekomendasi dokter keluarga terutama yang berhubungan dengan penyakit yang selama ini pernah diderita. Sayapun demikian untuk langkah antisipasi atau berjaga-jaga saya membawa obat sekantong ukuran sedang lebih kurang seberat ½ kg untuk obat jantung, obat ginjal, asam urat, anti biotik, obat demam dan obat batuk untuk kebutuhan selama 40 hari perjalanan haji.

Selama berada di Mekkah hampir seluruh jemaah terserang flu, bantuk, demam dan hampir seluruh jemaahpun mendapat pelayanan medis dari Tim Kesehatan sehingga pelaksanaan ibadah haji baru berjalan dua pertiga dari jadwal yang ditetapkan ternyata persediaan obat-obatanpun ludes semua. Sedang kami masih harus ke Madinah terlebih duhulu untuk mengambil arbain shalat 40 waktu dimesjid Nabawai Madinah sebelum kembali ke tanah air. 

Cuaca di Madinah sangat Ekstrim, kami sempat kehujanan 2 kali di Madinah. Suhu udara di Madinah ketika siang hari suhu berkisar 40-42 derajat celcius dan malam hari suhu dingin dibawah 20 derajat celcius, kondisi ini tentunhya akan menyebabkan sebagian besar jemaah  terserang demam dan flu berat, kepala pusing, hidung tersumbat badan menggigil panas dingin. Ke dokterpun percuma karena kami tahu betul obat-obatan terutama obat flu, demam dan pilek sudah tidak tersedia lagi. Kami hanya bertahan saja dalam kondisi demam, flu, pilek tanpa ada pertolongan medis.

Di pinggir jalan dekat Mesjid Nabawi ada sebuah poliklinik, Poliklinik Bassalam namanya milik Pemerintah Arab Saudi. Setiap hari jemaah haji Kabupaten Musi Rawas melintas di depannya. Setiap hari tampak ramai dikunjungi para jemaah haji tapi bukan jemaah Indonesia. Mereka terlihat antri panjang untuk mendapatkan pelayanan medis dari klinik tersebut. Saya pernah ingin coba-coba ikut antri atau iseng mampir ikut bersama para pengantri untuk mendapatkan obat Flu Berat yang saya derita. Tetapi niat itu tiba-tiba saya batalkan sebelum saya sampai ke meja pelayanan dengan alasan pertama karena dari sekian banyak pengantri tak satupun diantara mereka terlihat wajah ras Asia Tenggara yang terlihat para para pengantri ras Timur Tengah. Kedua, saya tidak bisa berkomunikasi dengan dokter disana, bahasa pengantar sehari-hari di Tanah Suci adalah Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. 

Dari tulisan merek poliklinik dan asesoris yang menggambarkan bagan mekanisme prosedur untuk mendapatkan pelayanan medis disana ditulis dengan huruf arab gundul dan bahasa Inggeris dan kedua-keduanya baik bahasa Arab maupun bahasa Inggeris saya tidak bisa. Saya hanya bisa berbatas pada Yes untuk menyatakan setuju atau No untuk menyatakan tidak setuju, itu saja dan tak lebih dari itu.

Lain halnya bagi oleh salah seorang jemaah haji Musi Rawas asal Muara Beliti yang bernama H. Idham Kholik yang lebih pepuler di Musi Rawas dan Kota Lubuk Linggau H. Edy Yoso, beliau bertubuh tinggi besar bersuara lantang beliau selama di Mekkah dan Madinah suka berdandan bak seorang Arab asli, memakai jubah dan sorban terlilit di atas kepala. Dan Beliau  tidak mau menyerah dengan keadaan.

Beliaupun terserang demam dan flu berat juga sama seperti kebanyak jemaah. Setelah zuhur menjelang asar beliau ikut antri di poliklinik tersebut. Beliau bersabar menunggu giliran menghadap dokter. Alhasil, tibalah saatnya beliau berhadapan dengan dokter, dan terjadilah dialog antara beliau dengan sang dokter. “Assalamualaikum” beliau menyapa sang dokter “ Wa'alaikumsalam. You from Indonesia?” dokter balik bertanya, “Yes Indonesia” jawabnya “Can you Speak English?”. “No” jawab beliau. Lalu “Arabian?” lanjut sang dokter ”No” Jawab beliau.

Lalu sang dokter bertanya lagi dan bertanya lagi  yang tidak dimengerti apa maksudnya. Saya menduga dokter tengah menanyakan keluhan atau sakit apa yang saya derita. Lalu H. Edy Yoso jelaskan dalam bahasa Muara Beliti dengan dialek khasnya. Karena beliau pikir menggunakan bahasa Indonesia pun percuma pasti tidak dimengertinya. “Aku sakit 'heme' (baca : flu/Pilek)” kata H. Edy Yoso. Sang dokter kebingungan karena mungkin sakit "heme" ini baru pertama kali dia dengar, mungkin dalam kamus ilmu kedokteranpun belum ada sakit "heme". Di tengah kebingunan sang dokter Arab itu tiba-tiba Pak H. Edy Yoso bersin. "ha…ciiiimmm…". sontak ingus keluar dari hidung diiringi air mata yang juga menetes. "Oh Ok… Ok…Ok…" kata sang dokter. "Pak Haji ini terserang flu/pilek berat, Lalu sakit apa lagi" Tanya dokter. H. Edy Yoso memegang kepala lalu dipijit-pijitnya, "Oh…Ok..Ok…Ok…" kata dokter. "lalu sakit apalagi?" sambung dokter lagi. iihhh…iihhh…ihhh H. Edy menggigil kedinginan, "Oh …Ok….Ok…Ok…" Lalu diukurnya tekanan darah oleh Sang Dokter dan dituliskan resep obat untuk ditebus pada bagian farmasi. Dan ternyata sepeserpun tanpa dipungut biaya. Alhamdulillah keesokan harinya H. Edy sehat dan segar bugar kembali.

Kisah nekat H. Edy Yoso diceritakannya kepada jemaah lain. Akhirnya keesokan harinya banyak jemaah haji Musi Rawas ikutan antri di polikinik untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Dan Alhamdulillah walaupun kami tidak bisa berbahasa Inggris ataupun bahasa Arab ternyata bahasa isyaratpun cukup efektif berkomunikasi dengan arang asing. 

Dan oleh karena merk atau label obat tersebut ditulis dengan huruf arab gundul yang tidak bisa kami baca dan mengerti maka kami jemaah sepakat menyebut obat dari poliklinik tersebut dengan nama "obat kepepet". 

Selesai.