Penulis (memakai topi) dan keluarga |
Ketika usai menjalani
operasi jantung tahun 2005 teman-teman sering berguyon, mengatakan bahwa “Pak
Zainal operasi jantung karena kualat dengan pacarnya ketika masih remaja dulu,
Pak Zainal terlalu banyak menggombal pacarnya
lalu ditinggalkan begitu saja seperti
dalam lagu dangdut Rita Sugiarto era tahun 80-an berjudul Cinta Setengah Hati. “Belahlah
dadaku / dan lihat jantungku / Panah asmara bersarang dihati / Jangan kau
biarkan ku terus bermimpi / Bercumbu dengan bayang-bayangmu /Jangan kau biarkan
/ Jangan kau biarkan ku terus bermimpi” dan sekarang rayuan gombal jadi
kenyataan, rasain lho… belah dada sungguhan teman-teman bergurau.
Buku Dahlan Iskan yang
berjudul “Cangkok Hati”, dan liputan media bertajuk “Ganti Hati DahIan Iskan
Tak Berani Mimpi Panjang Umur”, “Ingat Sakit Parah, Dahlan Iskan Tak Percaya
Masih Hidup”. Pada intinya Pak Dahlan berbagi pengalaman kepada pembaca tentang
beliau mendapat cobaan yang berat saat berjuang melawan penyakit Sirosis Kanker
Hati akibat terserang pengakit Hepatitis B akut. Pak Dahlan dihadapi 2 pilihan
sulit. Pertama, bertahan dan menyerah pada keadaan dengan resiko pasti mati
karena virus hepatitis B sudah menyerang sel-sel darah sehingga muntah darah secara
terus menerus. Kedua, menjalani operasi dengan resiko
tinggi, karena tingkat keberhasilan operasi cangkok hati masih amat rendah, namun
kemungkinan berhasil masih tetap ada walaupun peluangnya sangat kecil. Pak
Dahlan menjatuhkan pilihan menjalani operasi, dan ternyata sukses. Kini Pak
Dahlan dipercaya Presiden memimpin salah satu kementerian pada Kabinet
Indonesia Bersatu Jilid II.
Saya dan Pak Dahlan
Iskan memiliki sedikit kesamaan nasib tetapi berbeda rezeki. Pertama, sama-sama
pernah operasi besar organ tubuh. Kalau Pak Dahlan operasi Cangkok Hati sedangkan saya operasi Katup Jantung. Kedua, sama-sama menyenangi tulis menulis tetapi
berbeda kaliber, kalau Pak Dahlan adalah seorang penulis handal sedangkan saya
hanyalah penulis Ndeso. Ketiga, sama-sama terlahir dari keluarga miskin. Tetapi
Dahlan Iskan adalah seorang pekerja keras sehingga berhasil keluar dari jeratan
kemiskinan bahkan jadi konglomerat, sedangkan saya hanya biasa-biasa saja. Keempat sama-sama berkarier dari bawah. Jika
Pak Dahlan Iskan loper koran lalu meningkat jadi calon reporter surat kabar
lokal di Samarinda sedangkan saya awalnya PNS Golongan I tahun 1989 di
Sekretariat Daerah Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan dengan tugas
pokok mengantar surat dan mencuci gelas, pesuruh photocopy plus kurir beli
lotek (baca : gado-gado). Disamping berbeda rezeki, saya dan Pak Dahlan berbeda
generasi. Usia saya terpaut lebih muda dengan selisih 18 tahun. Namun kini Pak
Dahlan menjabat sebagai Menteri BUMN. Hal itulah yang membuat saya optimis dan
semakin optimis, karena penyandang cacat organ masih mampu berkiprah di level
nasional.
Operasi ganti
katup jantung.
Saya menjalani operas
jantung pada akhir Nopember 2005 ketika saya berusia 36 tahun,
tepatnya tanggal 25 Nopember 2005. Saya menderita kelainan jantung bawaan sejak
lahir. Mulanya ketika saya berumur 5 tahun (1974)
saya divonis Dokter bocor katup jantung. Katup jantung saya
tidak dapat membuka/menutup dgn sempurna. Dengan demikian akan menimbulkan
suara detak jantung yang abnormal, iramanya juga tidak teratur.
Bila salah satu katup jantung tidak terbuka
atau tertutup dengan baik maka akan mempengaruhi aliran darah. Bila katup tidak
dapat membuka secara sempurna, biasanya karena
stenosis, dapat berakibat pada aliran darah melalui
katup tersebut akan berkurang. Bila katup tidak dapat menutup secara sempurna
darah akan mengalami kebocoran sebagai proses yang disebut regurgitasi atau
insufisiensi. Fungsi jantung sebagai “jetpam” yang menyemprot
darah dari jantung ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah tidak maksimal. Bila
aliran darah abnormal maka akibatnya mudah lelah, masuk
angin, sesak nafas hingga berkeringat
dingin. Terutama bila melakukan aktivitas fisik yang tinggi seperti menimba air di sumur, berenang, lari, mendaki
gunung, naik turun tangga. Yang tak kala penting bagi para
penderita sakit jantung adalah tidak boleh stress. Bila
stress, irama denyut jantung akan lebih
cepat, lama kelamaan
jantung menjadi lelah lalu berhenti berdenyut. Inilah
yang sering dikatakan serangan jantung.
Ketika saya umur 5
tahun (1974) sudah dianjurkan Dokter untuk operasi, tetapi keterbatasan
keuangan, belum ada fasilitas Askes, Jamkesmas, Jamkesda dan Askeskin
maka selama kurun waktu 31 tahun hanya bertahan hidup dengan mengkonsumsi
obat-obatan. Saya mengkonsumsi obat sedikitnya 12 butir per
hari, 360 butir perbulan, 4.300 butir pertahun. Bila orang Indonesia makanan
pokoknya nasi maka saya makanan pokoknya adalah obat, mulai
dari obat pengencer darah, obat pengatur irama jantung, obat pelancar air seni
sampai dengan obat tekanan darah tinggi. Mengkonsumsi obat
dalam jangka waktu yang lama berpengaruh terhadap kerja ginjal. Pada tahun
terakhir sebelum operasi saya sempat mengalami sulit buang air kecil
sebagai akibat saluran air seni tertutup batu ginjal.
Bila tidak segera diatasi bukan tidak mungkin terjadi gagal ginjal permanen dan mau tidak mau,
suka tidak suka harus melakukan cuci darah yang justru membutuhkan biaya yang lebih besar lagi. Menghidari
komplikasi kronis akhirnya menjelang tutup tahun 2005 saya ikhlas menetapkan
pilihan sulit dan menyatakan “siap dioperasi” dengan
segala resiko yang terjadi.
“Ya, Saya siap dioperasi”.
Kalimat inilah yang sulit diucapkan bagi
kebanyakan penderita penyakit jantung.
Kebanyakan para penderita penyakit jantung mencari
solusi lain selain tindakan operasi dengan berbagai alasan. Kebanyakan
penderita penyakit jantung lebih memilih pengobatan alternatif
untuk menghindari tindakan operasi. Menurut pendapat saya,
penyakit jantung hanya dapat disembuhkan dengan
penanganan medis Dokter Spesialis Jantung/Bedah Jantung
orang-orang pilihan yang separuh umurnya habis dibangku sekolah dalam dan luar
negeri bukan dengan jampi-jampi.
Saya masuk kamar Operasi hari pada Jum’at,
25 Nopember 2005 tepat pukul 14.00 WIB. Setiba di kamar
operasi, tim medis yang terdiri dari 6 orang Dokter ahli
berpengalaman langsung menusuk jarum infus
di tangan saya. Sayapun
terus mengumbar kalimat tauhid “Subhanallah,
Astaufirullah, Alhamdulillah,
Allahuakbar.”
Lalu kemudian senyap, kesadaran sayapun
hilang. Mungkin pada saat itulah Dokter-Dokter ini
membelah dada saya, memindahkan fungsi jantung sebagai “jetpam” pemompa darah dengan pemacu
jantung mekanik lalu memasang katup jantung buatan yang
konon katanya buatan Italia anti karat mudah beradaptasi dengan tubuh manusia.
Keesokan harinya
saya mulai siuman. Ada rasa haus luar biasa, dan ditenggorokan saya terpasang
seutas selang besar media memasukan sari makanan ke
lambung. Mula-mula saya menanyakan pada
seorang Perawat yang menjaga saya, “Suster, kapan saya
akan dioperasi?”. “Bapak sudah dioperasi, dan kami ucapkan Selamat
operasinya berlansung sukses” Jawab sang
perawat. “Sekarang hari apa jam berapa” tanya saya
lagi. “Sekarang hari Sabtu Jam 09.00 pagi”. Jawab Perawat lagi.
Berdasarkan cerita Perawat yang menjaga
saya, tindakan Operasi di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita rata-rata berlansung
kurang lebih 7 jam dan masa pembiusan,
pasien hilang kesadaran, selama kurang lebih 18 jam.
Selanjutnya saya dirawat di ruang ICU sekitar
2 hari. Disini 1 pasien ditangani satu
Dokter dan satu perawat.
Setelah melewati masa kritis saya dipindahkan
ke ruangan peralihan intermedit selama 3 hari.
Pada masa ini, dua orang pasien akan ditangani
seorang perawat.
Berikutnya dilanjutkan perawatan di ruang
perawatan biasa sebagai masa penyembuhan rehab medis
selama 5 hari. Di ruang perawatan biasa, empat orang pasien
ditangani oleh seorang perawat. Sehingga total
waktu mulai dari masuk rawat di RS Harapan Kita
sampai dengan pulang kerumah lagi butuh waktu selama 13
hari. Bagi kebanyakan orang tidak masuk akal operasi besar sekaliber operasi jantung
tuntas dalam jangka waktu 13 hari. Tapi itulah
fakta sesungguhnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
keDokteran. “Kok aneh…operasi jantung sama dengan operasi wanita melahirkan caesar.
Nggak sulit, nggak ribet cepat pulih,” celetuk teman setengah tak percaya. “Ya,
saya tuntaskan dalam waktu 13 hari. Setelah
13 hari saya diperbolehkan pulang ke
rumah. Setelah dirumah terbukti dikejar anjing gila pun saya masih bisa selamat” jawab
ku berseloroh.
Operasi jantung merupakan peristiwa
paling bersejarah seumur hidup saya. Para Dokter, para Perawat
dan tenaga medis lainnya di Rumah Sakit Harapan Kita amat berjasa menyukseskan
operasi besar itu. Untuk mengabadikan peristiwa bersejarah ini maka nama Pimpinan
Tim Medis yang membedah jantung saya, Dr.
Tri Wisesa pria berumur lebih kurang 50 tahun saya abadikan
menjadi nama anak saya ketiga yang kebetulan lahir pada saat operasi tengah
berlangsung. Namun karena anak saya perempuan maka saya beri nama “Tri Anisah”.
Anak ini kini bersekolah di kelas 1 Sekolah Dasar
dan bercita-cita menjadi Dokter spesialis bedah
jantung.
Kepada para pembaca kiranya
mengedukasi keluarga, kenalan atau sahabat agar mengikuti jejak Pak Dahlan
Iskan dan saya untuk berobat secara medis dan
berikhtiar tiada henti.