Rabu, 29 Agustus 2012

TETAP OPTIMIS WALAU DENGAN “KATUP JANTUNG BUATAN”

Penulis (memakai topi) dan keluarga

Ketika usai menjalani operasi jantung tahun 2005 teman-teman sering berguyon, mengatakan bahwa “Pak Zainal operasi jantung karena kualat dengan pacarnya ketika masih remaja dulu, Pak Zainal terlalu banyak menggombal pacarnya lalu ditinggalkan begitu saja seperti dalam lagu dangdut Rita Sugiarto era tahun 80-an berjudul Cinta Setengah Hati. “Belahlah dadaku / dan lihat jantungku / Panah asmara bersarang dihati / Jangan kau biarkan ku terus bermimpi / Bercumbu dengan bayang-bayangmu /Jangan kau biarkan / Jangan kau biarkan ku terus bermimpi” dan sekarang rayuan gombal jadi kenyataan, rasain lho… belah dada sungguhan teman-teman bergurau.

Buku Dahlan Iskan yang berjudul “Cangkok Hati”, dan liputan media bertajuk “Ganti Hati DahIan Iskan Tak Berani Mimpi Panjang Umur”, “Ingat Sakit Parah, Dahlan Iskan Tak Percaya Masih Hidup”. Pada intinya Pak Dahlan berbagi pengalaman kepada pembaca tentang beliau mendapat cobaan yang berat saat berjuang melawan penyakit Sirosis Kanker Hati akibat terserang pengakit Hepatitis B akut. Pak Dahlan dihadapi 2 pilihan sulit. Pertama, bertahan dan menyerah pada keadaan dengan resiko pasti mati karena virus hepatitis B sudah menyerang sel-sel darah sehingga muntah darah secara terus menerus. Kedua, menjalani operasi dengan resiko tinggi, karena tingkat keberhasilan operasi cangkok hati masih amat rendah, namun kemungkinan berhasil masih tetap ada walaupun peluangnya sangat kecil. Pak Dahlan menjatuhkan pilihan menjalani operasi, dan ternyata sukses. Kini Pak Dahlan dipercaya Presiden memimpin salah satu kementerian pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II.
Saya dan Pak Dahlan Iskan memiliki sedikit kesamaan nasib tetapi berbeda rezeki. Pertama, sama-sama pernah operasi besar organ tubuh. Kalau Pak Dahlan operasi Cangkok Hati sedangkan saya operasi Katup Jantung. Kedua, sama-sama menyenangi tulis menulis tetapi berbeda kaliber, kalau Pak Dahlan adalah seorang penulis handal sedangkan saya hanyalah penulis Ndeso. Ketiga, sama-sama terlahir dari keluarga miskin. Tetapi Dahlan Iskan adalah seorang pekerja keras sehingga berhasil keluar dari jeratan kemiskinan bahkan jadi konglomerat, sedangkan saya hanya biasa-biasa saja.  Keempat sama-sama berkarier dari bawah. Jika Pak Dahlan Iskan loper koran lalu meningkat jadi calon reporter surat kabar lokal di Samarinda sedangkan saya awalnya PNS Golongan I tahun 1989 di Sekretariat Daerah Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan dengan tugas pokok mengantar surat dan mencuci gelas, pesuruh photocopy plus kurir beli lotek (baca : gado-gado). Disamping berbeda rezeki, saya dan Pak Dahlan berbeda generasi. Usia saya terpaut lebih muda dengan selisih 18 tahun. Namun kini Pak Dahlan menjabat sebagai Menteri BUMN. Hal itulah yang membuat saya optimis dan semakin optimis, karena penyandang cacat organ masih mampu berkiprah di level nasional.

Operasi ganti katup jantung.
Saya menjalani operas jantung pada akhir Nopember 2005 ketika saya berusia 36 tahun, tepatnya tanggal 25 Nopember 2005. Saya menderita kelainan jantung bawaan sejak lahir. Mulanya ketika saya berumur 5 tahun (1974) saya divonis Dokter bocor katup jantung. Katup jantung saya tidak dapat membuka/menutup dgn sempurna. Dengan demikian akan menimbulkan suara detak jantung yang abnormal, iramanya juga tidak teratur.

Bila salah satu katup jantung tidak terbuka atau tertutup dengan baik maka akan mempengaruhi aliran darah. Bila katup tidak dapat membuka secara sempurna, biasanya karena stenosis, dapat berakibat pada aliran darah melalui katup tersebut akan berkurang. Bila katup tidak dapat menutup secara sempurna darah akan mengalami kebocoran sebagai proses yang disebut regurgitasi atau insufisiensi. Fungsi jantung sebagai jetpam yang menyemprot darah dari jantung ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah tidak maksimal. Bila aliran darah abnormal maka akibatnya mudah lelah, masuk angin, sesak nafas hingga berkeringat dingin. Terutama bila melakukan aktivitas fisik yang tinggi seperti menimba air di sumur, berenang, lari, mendaki gunung, naik turun tangga. Yang tak kala penting bagi para penderita sakit jantung adalah tidak boleh stress. Bila stress, irama denyut jantung akan lebih cepat, lama kelamaan jantung menjadi lelah lalu berhenti berdenyut. Inilah yang sering dikatakan serangan jantung.

Ketika saya umur 5 tahun (1974) sudah dianjurkan Dokter untuk operasi, tetapi keterbatasan keuangan, belum ada fasilitas Askes, Jamkesmas, Jamkesda dan Askeskin maka selama kurun waktu 31 tahun hanya bertahan hidup dengan mengkonsumsi obat-obatan. Saya mengkonsumsi obat sedikitnya 12 butir per hari, 360 butir perbulan, 4.300 butir pertahun. Bila orang Indonesia makanan pokoknya nasi maka saya makanan pokoknya adalah obat, mulai dari obat pengencer darah, obat pengatur irama jantung, obat pelancar air seni sampai dengan obat tekanan darah tinggi. Mengkonsumsi obat dalam jangka waktu yang lama berpengaruh terhadap kerja ginjal. Pada tahun terakhir sebelum operasi saya sempat mengalami sulit buang air kecil sebagai akibat saluran air seni tertutup batu ginjal. Bila tidak segera diatasi bukan tidak mungkin terjadi gagal ginjal permanen dan mau tidak mau, suka tidak suka harus melakukan cuci darah yang justru membutuhkan biaya yang lebih besar lagi. Menghidari komplikasi kronis akhirnya menjelang tutup tahun 2005 saya ikhlas menetapkan pilihan sulit dan menyatakan “siap dioperasi” dengan segala resiko yang terjadi.

“Ya, Saya siap dioperasi”. Kalimat inilah yang sulit diucapkan bagi kebanyakan penderita penyakit jantung. Kebanyakan para penderita penyakit jantung mencari solusi lain selain tindakan operasi dengan berbagai alasan. Kebanyakan penderita penyakit jantung lebih memilih pengobatan alternatif untuk menghindari tindakan operasi. Menurut pendapat saya, penyakit jantung hanya dapat disembuhkan dengan penanganan medis Dokter Spesialis Jantung/Bedah Jantung orang-orang pilihan yang separuh umurnya habis dibangku sekolah dalam dan luar negeri bukan dengan jampi-jampi.

Saya masuk kamar Operasi hari pada Jumat, 25 Nopember 2005 tepat pukul 14.00 WIB. Setiba di kamar operasi, tim medis yang terdiri dari 6 orang Dokter ahli berpengalaman langsung menusuk jarum infus di tangan saya. Sayapun terus mengumbar kalimat tauhid “Subhanallah, Astaufirullah, Alhamdulillah, Allahuakbar.” Lalu kemudian senyap, kesadaran sayapun hilang. Mungkin pada saat itulah Dokter-Dokter ini membelah dada saya, memindahkan fungsi jantung sebagai “jetpam” pemompa darah dengan pemacu jantung mekanik lalu memasang katup jantung buatan yang konon katanya buatan Italia anti karat mudah beradaptasi dengan tubuh manusia. 

Keesokan harinya saya mulai siuman. Ada rasa haus luar biasa, dan ditenggorokan saya terpasang seutas selang besar media memasukan sari makanan ke lambung.  Mula-mula saya menanyakan pada seorang Perawat yang menjaga saya, “Suster, kapan saya akan dioperasi?”. “Bapak sudah dioperasi, dan kami ucapkan Selamat operasinya berlansung sukses” Jawab sang perawat. “Sekarang hari apa jam berapa tanya saya lagi. “Sekarang hari Sabtu Jam 09.00 pagi”. Jawab Perawat lagi.

Berdasarkan cerita Perawat yang menjaga saya, tindakan Operasi di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita rata-rata berlansung kurang lebih 7 jam dan masa pembiusan, pasien hilang kesadaran, selama kurang lebih 18 jam.

Selanjutnya saya dirawat di ruang ICU sekitar 2 hari. Disini 1 pasien ditangani satu Dokter dan satu perawat. Setelah melewati masa kritis saya dipindahkan ke ruangan peralihan intermedit selama 3 hari. Pada masa ini, dua orang pasien akan ditangani seorang perawat. Berikutnya dilanjutkan perawatan di ruang perawatan biasa sebagai masa penyembuhan rehab medis selama 5 hari. Di ruang perawatan biasa, empat orang pasien ditangani oleh seorang perawat. Sehingga total waktu mulai dari masuk rawat di RS Harapan Kita sampai dengan pulang kerumah lagi butuh waktu selama 13 hari. Bagi kebanyakan orang tidak masuk akal operasi besar sekaliber operasi jantung tuntas dalam jangka waktu 13 hari. Tapi itulah fakta sesungguhnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keDokteran. “Kok aneh…operasi jantung sama dengan operasi wanita melahirkan caesar. Nggak sulit, nggak ribet cepat pulih,” celetuk teman setengah tak percaya. “Ya, saya tuntaskan dalam waktu 13 hari. Setelah 13 hari saya diperbolehkan pulang ke rumah. Setelah dirumah terbukti dikejar anjing gila pun saya masih bisa selamat” jawab ku berseloroh.

Operasi jantung merupakan peristiwa paling bersejarah seumur hidup saya. Para Dokter, para Perawat dan tenaga medis lainnya di Rumah Sakit Harapan Kita amat berjasa menyukseskan operasi besar itu. Untuk mengabadikan peristiwa bersejarah ini maka nama Pimpinan Tim Medis yang membedah jantung saya, Dr. Tri Wisesa pria berumur lebih kurang 50 tahun saya abadikan menjadi nama anak saya ketiga yang kebetulan lahir pada saat operasi tengah berlangsung. Namun karena anak saya perempuan maka saya beri nama “Tri Anisah”. Anak ini kini bersekolah di kelas 1 Sekolah Dasar dan bercita-cita menjadi Dokter spesialis bedah jantung.

Kepada para pembaca kiranya mengedukasi keluarga, kenalan atau sahabat agar mengikuti jejak Pak Dahlan Iskan dan saya untuk berobat secara medis dan berikhtiar tiada henti.